test

Al Shawni: Iblis Menggugat Tuhan ( The Madness Of God )

Al Shawni ;Iblis MenggugatTuhan (The Madness of God)

Akuberkata (Iblis); ada apa kiranya dengan manusia sampai Engkau begitu memperhatikan mereka---Iblis


Sebenarnya sama sekali bukan kutukan bagi mereka yang melihatnya dengan kebeningan hati.  Pengorbanan yang kulakukan menjadi berkah. Pahala yang kuterima sama besarnya dengan pahala jihad---Iblis


A.  Tentang Al Shawni

Da’ud bin Tamam bin Ibrahim al-Shawni atau Da’ud bin Ibrahim al-Shawni atau Shawni saja sosok seorang penulis dan pengarang yang tertarik pada masalah agama dan literatur filosofis.  Menurut berbagai sumber, Shawnilahir antara tahun 1963 dan tahun 1969, identitasnya tidak jelas dan satu-satu nya petunjuk hanya pada Shawni Biografi.  Dari nama depannya asalnyadari Arab---sekalipun Shawni juga mencerminkan sebuah kota di utara Mesir. Naska haslinya yang berbahasa Inggris menunjukkan ia memiliki latar belakang pendidikan di Barat tetapi seluruh karyanya mencerminkan ia seorang muslim---meskipun kadang merujuk pada sumber-sumber kristen, yahudi, hindu dan budha. Sifat karya Shawni yang menjadi karakter pada karya-karyanya adalah menyelaraskan persamaan kedekatan persepsi agama untuk mendukung suatu argumen atau opini tertentu, hal ini menyiratkan keimanannya dan ciri seorang Baha’i.Pengaruh-pengaruh sufimistik dalam tulisannya begitu terlihat, referensi dari ketiga penyair mistik kuno seperti Attar, Rumi dan Sanai masih begitu jelas. 


B.  Iblis Menggugat Tuhan

The Madness of God tahun 2003 karya Daud Ibn Irahim Al Shawni terjemahan Bima Sudiarto dan Eka Ferani dengan penyunting Pray dan Dede Azwar merupakan sebuah literatur sastra filosofis berbentuk buku saku.  Diterbitkan oleh Jakarta Dastang Books tahun 2008 (cetakan 9) mengetengahkan dialog transendental antara Muhammad, Pendeta Buhairahdan Iblis mengenai keesaan Tuhan. Dalam buku ini, Al- Shawni seperti sedang mendadani karakter bejat iblis dengan jubah kebesaran filsuf yang penuh aura kearifan dan kejeniusan. Ia berhasil menggunakan metode adab al-jadl---debat Buhairah dengan iblis.
Sebuah buku yang perlu pemahaman mendalam dari setiap kata yang terangkai dalam kalimat. Di awal-awalnya perlahanlahan buku ini begitu mencengangkan karena sanggup mengungkapkan opini-opini yang begitu tabu untuk diungkap dari pemahaman dogma yang ada. Angelnya yang beda dan begitu berani seolah-olah dapat menjadikan pembenaran bagi mereka yang terburu-buru memahaminya tanpa mencernanya lebih dalam. Semua urutan kejadian di rangkaian dalam cerita yang mencampurkan sejarah, cerita kitab suci dan cerita-cerita lain.  dengan penjabaran berbagai analogi yang akhir nya begitu mudah dipahami. semuanya tidak bisa berdiri sendiri, perlu mencernaan, nalar, logika dan pengetahuan di tambah kadar keimanan yang kuat.


C.      Sinopsis
Pendeta Buhairah seorang pembaptis, cendekiawan miskin dan pandai yang menarik diri dari gereja dan memutuskan hidup menyepi setelah pertemuannya dengan seorang pemuda terpelajar (Iblis). Kini Iahanya memiliki keingin tahuan dan bukan lagi iman.  Mengatasi kegelisaan teologisnya, ia menenggelamkan diri kedalam kajian berbagai buku-buku untuk menemukan jawaban tentang keesaanTuhan.  Pencarian imannya selalu dimentahkan oleh logikanya sendiri sampai pada suatu hari dalam keputus asaan Ia temukan dalam sebuah ramalan.  Ia berkata; “jika ini benar adanya maka selamatlah aku”.  Ia kemudian bertemu dengan anak kecil penjaga barang-barang kafilah dari suku qurais yang tidak lain adalah Muhamad dan melihat tanda kenabian yang kelak diangkat menjadi Rasul Allah.  Diantara kedua bahu Muhammad tertulis kalimat “Tiada Tuhan selain Allah” sementara dibagian dada tulis  “nama yang tak terkatakan” Pendeta Buhairah yang mengalami skeptisisme personal terhadap keesaan Tuhan mendapat kesempatan ketika Muhammad membawa Buhairah kedalam sebuah komunikasi trasnsendental dengan sosok makhluk gaib yang tak lain adalah iblis. Dari titik ini, pengarang menunjukkan “keliaran” imajinasi untuk meruncingkan konflik di dalam “tubuh” novelnya. Dengan teknik dan langgam penggisahan yang unik, Al-Shawni mendeskripsikan ego sentrisme iblis. Ketika pendeta Buhairah mempertanyakan latar belakang kesombongan iblis yang menolak sujud pada Adam, pengarang memanfaatkan momen itu untuk merumuskan dalil-dalil filosofis dalam rangka menarasikan penggugatan iblis. Jelas sekali, Al-Shawni hendak menggelindingkan diskursus baru tentang riwayat pembangkangan iblis yang menolak sujud pada Adam. Menurut Al-Shawni, penolakan iblis, yang kelakmenjadi sebab keterkutukannya, bukan karena latar belakangontologis. Bahwa iblis diciptakan dari api, sementara Adam hanya diciptakan dari tanah, sebagaimana penafsiran konvensional. Namun justru karena eksistensi Adam adalah pencerminan dosa-dosa iblis. Jadi, mana mungkin iblis mau bersujud pada cermin yang memantulkan buruk rupawajahnya sendiri?Buhairah menyudutkan identitas iblis dengan stigma determinime kutukan Tuhan, namun dengan lihai Al-Shawni membela iblis melalui kisah Nabi Sulaiman yang murka karena dikhianati burung bulbul .Burung itu diperingatkan agar jangan menemui Sulaiman dulu, sebabemosi raja sedang memuncak. Sulaiman berniat membunuh burung bulbul. Tapi bulbul bukannya takut pada ancaman sang raja. Bulbul justru bercicit kegirangan penuh suka cita. Riwayat Sulaiman dan burung bulbul ini, menurut Shawni, relevan dengan problem kemurkaan Tuhan pada iblis. Artinya, kemurkaan Tuhan pada iblis justru merupakan pertanda kedalaman cinta Tuhan kepadanya .Dengan kata lain, dilaknati atau dimuliakan oleh Tuhan sudah tak berarti apa-apa lagi bagi iblis. Sebab esensinya adalah kadar kedekatan Tuhan dengannya. Sehingga kutukan dapat berubah menjadi berkah. “Kau bilang  adam berdosa gara-gara hasutan ku? kalaubegitu, atas hasutan siapa aku melakukan dosa? aku sebenarnya melakukan apa yang Dia perintahkan, dan aku sepenuhnya patuh pada keinginan-Nya. mau bagaimana lagi? tak ada ruang yang luput darikuasa-Nya. aku bukanlah tuan bagi keinginanku sendiri. aku menyembah tuhan selama 700ribu tahun! tak ada tempat yang tersisa di langit dan di bumi dimana aku tak menyembah-Nya. setiap hari aku berkata pada-Nya, “ya tuhan, anak keturunan adam menolak-Mu, namun Engkau tetap bermurah hati dan meninggikan mereka. Tapiaku yang mencintai dan memuja-Mu dengan pemujaan yang benar, Engkau buat jadi hina dan buruk rupa”. aku tak ingin bersujud pada adam dengan satu alasan yang benar karena aku tak ingin mencintai dan sujud selain pada-Mu---iblis

Kenakalan” pikiran novelisini, terasa Al-Shawni tak sekedar menggugat dogma keterkutukan iblis. Novel ini, jika tidak dibaca hati-hati, sangat berpotensi “menggoda” pikiran pembaca untuk membela bahkan memenangkan gugatan iblis. Rentang panjang durasi konflik yang “meresahkan” itu, jika tak dilihat dengan ketajaman intuisi, bisa jadi akan melahirkan pembelaan atau bahkan pemenangan argumentasi iblis. Di sini, Al-Shawni tak hanya “menghidangkan” preposisi-preposisi logis untuk mendeklarasikan penggugatan iblis. Ia juga memperkuat argumentasirasi onal dengan “meraih” metafora-metafora yang memukau dan sesekali mengejutkan.




Al Shawni: Iblis Menggugat Tuhan ( The Madness Of God ) Al Shawni: Iblis Menggugat Tuhan ( The Madness Of God ) Reviewed by Alfian on Oktober 31, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.